Dewasa ini, dunia digital semakin canggih, ditambah lagi pada tanggal 20 Mei 2021 Presiden Joko Widodo meluncuran hari Kebangkitan Digital dengan tagar makin cakap digital (#MakinCakapDigital). Tentunya, semua informasi lebih mudah diakses dengan media digital. Kegiatan manusia pun juga dipermudah dalam berkomunikasi.
Namun, selain dampak psitif yang ditawarkan, kecanggihan teknologi digital juga mampu memberikan efek negatifnya. Seperti berita hoax yang mudah tersebar, terciptanya dark market, hingga kita yang acuh terhadap kehidupan nyata, dan masih banyak lagi. Selain dituntut untuk paham dgital, kita juga dituntut untuk pandai menempatkan diri ketika menggunakan media digital apalagi sebagai Pramuka.
Pramuka, mempunyai dasa dharma sebagai prinsip atau benteng dalam kehidupan sehari-hari dari hal-hal yang tidak diinginkan. Mengimplementasikan nilai-nilai Dasa Dharma dalam bermedia sosial sangat diperukan untuk menyaring informasi. Oleh karena itu, kelompok 8 Duta Humas Kwartir Daerah Jawa Tengah menyelenggarakan sebuah webinar Literasi Digital dengan judul "Implementasi Nilai Dasa Dharma dalam Bermedia Sosial". Webinar ini disiarkan secara langsung melalui platform YouTube dan Instagram Kwartr Daerah Jawa Tengah.
Webinar ini diikuti oleh puluhan peserta dari berbagai kalangan. Berlangsung dengan interaktif, dari panitia sendiri menyediakan dorrprize yang menarik selama kegiatan berlangsung.
www.sma3rembang.sch.id-Di hari yang cerah ini, Kamis (7/11/2019) kelas XI MIPA 3 melaksanakan pembelajaran seperti biasanya. Namun, kali ini ada yang berbeda ketika mata pelajaran Pendidikan Agama Islam berlangsung. Diampingi oleh Ahmad Faiz, S.Pd.I atau akrab dipanggil Pak Faiz selaku guru mata pelajaran tersebut, siswa-siswi kelas XI MIPA 3 memberikan khotbah dan ceramah untuk saling mengingatkan. "Tujuannya supaya anak-anak belajar berlatih menasehati sesama umat Islam, artinya mereka menasehati dirinya sendiri juga menasehati teman-temannya yang lain dengan cara belajar Pendidikan Agama yaitu praktik ceramah dan Khotbah", tutur Ahmad Faiz, S.Pd.I. Khotbah untuk siswa laki-laki dan ceramah untuk siswi perempuan. Pada pembelajaran tersebut, ada tiga orang anak yang mendapatkan dispensasi untuk mengikuti Pelatihan Jurnalistik. Sekretaris kelas, Maya menyampaikan "Hari ini nihil, kecuali 3 anak yang mengikuti Pelatihan Jurnalistik sejak tadi pagi. Mereka adalah Febiana Rizki, Hazael Ponco, dan Ira Cindy".
Anak-anak maju satu persatu maju di depan kelas sesuai nama yang dibacakan oleh Pak Faiz untuk menyampaikan materi yang telah dipersiapkan sebelumnya. Mereka maju membawa teks dengan tujuan meminimalisir kesalahan ketika menyampaikan materi. Para siswa memperhatikan materi yang sedang disampaikan oleh temannya di depan kelas sembari menyiapkan materi bagi yang belum mendapatkan giliran. Metode dalam penyampaian materi adalah presentasi. Memilih metode itu karena untuk menumbuhkan rasa percaya diri dalam diri siswa. Hal teresebut disampaikan langsung oleh pak Faiz, "Karena dengan praktik di depan, akan menumbuhkan karakter positif. Contoh mereka akan bisa atau dapat percaya diri terhadap teman-temannya yang lain".
Menurut murid, metode yang digunakan menyenangkan "Metode ini sangat menyenangkan karena bukan hanya berinteraksi dengan guru tapi juga bisa berinteraksi dengan teman-teman yang lainnya", kata Muhammad Buana, siswa kelas XI MIPA 3. Ketua Kelas XI MIPA 3, Krishna Eka Maulana berharap bahwa kegiatan tersebut mampu meberikan menfaat, "Saya berharap dari kegiatan ini dapat menerima ilmu dan dapat menyebarkan kepada orang yang membutuhkan".
Penulis : Febiana Rizki
Fotografer : Febiana Rziki
Editor : Siti Farikhah, M.Pd
Penyelaras : Wawan Safa'at, S.Pd dam Lya Indah Eko Yussy Any, S.Pd
Penulis : Febiana Rizki
Fotografer : Febiana Rziki
Editor : Siti Farikhah, M.Pd
Penyelaras : Wawan Safa'at, S.Pd dam Lya Indah Eko Yussy Any, S.Pd
Tulisan ini diperuntukkan bagi para pemula yang berniat mendokumentasikan suatu kegiatan. Kerapkali peliput pemula mengalami kebingungan dalam mengedit dokumentasi kegiatan. Masalah klasiknya adalah banyaknya file dokumentasi kegiatan yang direkam, namun pada saat yang sama dituntut untuk menyajikan liputan dokumenter yang relatif pendek. Misalnya, durasi bahan liputan jika ditotal berdurasi dua jam, tetapi hasil liputan yang hendak dibuat hanya berdurasi tujuh menit. Jelas ini masalah jika tidak disiasati lebih awal.
Nah, untuk itulah, diperlukan skenario agar pada saat mengedit bahan, tidak mengalami kebingungan. Dan tentu saja, dengan skenario seri liputan dokumenter pada sebuah kegiatan, dapat menceklist mana saja bagian kegiatan yang perlu, yang telah, dan yang belum didokumentasi.
Tulisan ini memuat tentang lima hal penting yang perlu disiapkan dalam video liputan kegiatan. Lima hal tersebut adalah bagian opening, bagian barasi awal, bagian wawancara penyelenggara, bagian narasi dan wawancaran isi, serta bagian penutup dan ucapan terimakasih.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi dokumenter yang giat mendokumentasikan sebuah kegiatan.
Opening
Yang dimaksud opening disini adalah video pembuka yang mencerminkan isi dari sebuah kegiatan. Isi dari opening yaitu kilasan cepat yang memuat tentang keseluruhan isi dokumentasi kegiatan. Durasi ideal suatu opening adalah setengah menit. Biasanya, sebuah opening hanya menyajikan visual kegiatan dengan audio music yang energik. Tiap tahapan kegiatan biasanya disertai teks. Tetapi tidak menutup kemungkinan, dalam sebuah opening juga menyertakan pengisi suara atau audioman, dan narasi audio asli dari lapangan.
Untuk membantu membuat kerangka opening, seorang dokumenter dapat menggunakan tatib manual acara kegiatan dari panitia dengan sentuhan dan modifikasi seperlunya.
Dalam opening, biasnya membutuhkan bahan-bahan sebagai berikut. Pertama, poster kegiatan yang dilouching panitia, suasana persiapan kegiatan, suasana pembukaan kegiatan, inti kegiatan, present peliput, dan hal-hal menarik yang merepresentasikan substansi dari kegiatan. Adapun akhir dari opening adalah teks judul dari sebuah kegiatan. Untuk mempermudah pemahaman video opening kegiatan, kalian dapat melihat dokumentasi sebuah kegiatan seperti seminar, konferensi, hingga kegiatan expo.
Untuk membuat video opening, tiap-tiap dokumenter relatif berbeda. Sebagian mereka urut dalam pembuatan videonya. Sebagian lagi, video opening dibuat belakang setelah isi liputan video selesai. Namun untuk pemula, diharapkan urut saja dalam membuat video opening. Terlebih dengan mempertimbangkan keselarasan isi dan musik pendampingnya.
Narasi awal
Narasi awal yang dimaksud adalah informasi kegiatan yang disampaikan oleh audioman. Inilah pentingnya pengisi suara. Kerapkali liputan kegiatan yang mendapatkan bahan yang utuh seperti layaknya artikel sebuah tulisan. Dengan adanya informasi dari pengisi suara, pesan dari suatu video liputan kegiatan dapat tersampaikan dengan baik.
Narasi awal biasanya berisikan informasi tentang latar belakang kegiatan, tujuan kegiatan, manfaat kegiatan, peserta yang terlibat, dan hal-hal menarik yang perlu disampaikan diawal. Tentunya narasi awal ini disandingkan dengan video yang relevan. Dan untuk memudahkan kelengkapan bahan video, editor dapat melengkapi bahan-bahan dari data referensi dari buku, jurnal, dan internet. Tetapi jika dimungkinkan terlalu sulit mencari bahan tersebut, narasi awal cukup dilengkapi dengan bahan video saat kegiatan.
Durasi waktu narasi awal paling lama adalah dua menit. Dengan durasi yang pendek tersebut, narasi awal direkomendasikan berisi tentang suasana awal kegiatan dan narasi yang sifatnya mampu mempengaruhi penonton untuk tetap mengikuti video liputan hingga selasai.
Wawancara Penyelenggara
Wawancara penyelenggara yang dimaksud adalah bagian liputan yang menyajikan informasi langsung dari penyelenggara kegiatan. Ini adalah bagian penting dalam sebuah liputan dokumenter, karena pada bagian ini berfungsi menjadi kroscek data lapangan apakah peliput melakukan liputan langsung atau tidak. Video liputan yang baik adalah video yang menyertakan wawancara dengan penyelenggara kegiatan. Karena dengan wawancara tersebut, peliput mendapatkan ragam informasi yang nantinya dapat digunakan untuk kerangka narasi selanjutnya.
Bagian wawancara penyelenggaran biasanya menghadirkan ketua penyelenggara dan sekretaris kegiatan. Dua orang ini cukup penting dihadirkan karena mereka biasanya paling banyak mengetahui informasi mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga rencana tidak lanjut. Dengan melakukan wawancara penyelenggara ini, peliput biasanya akan mendapatkan akses yang mudah pada saat liputan.
Selain aspek metodologis, bagian wawancara dengan penyelenggara ini juga menjadi pintu masuk seorang peliput dalam melakukan wawancara dengan nara sumber lainnya yang diperlukan di video liputan kegiatan. Selain itu juga aspek pemanfaatan fasilitas yang ada untuk liputan, hingga akses mendapatkan makanan dan minuman saat liputan berlangsung.
Gambar yang ditampilkan pada wawancara penyelenggara sebaiknya dimodifikasi dengan isi yang disampaikan saat wawancara. Misal ketua penyelenggara menyampaikan informasi bahwa kegiatan tersebut mendapatkan respon yang baik dari peserta, maka pada saat tayangan tersebut sebaiknya diisi dengan tayangan partisipasi peserta dalam kegiatan tersebut.
Peliput yang baik akan mencatat hal-hal penting yang disampaikan ketua penyelenggara. Dan hal-hal penting tersebut kiranya perlu disiapkan data video sebagai pelengkap dan kroscek data.
Untuk durasi, bagian wawancara penyelenggaran ideanya cukup satu menit saja. Jika perlu durasi lebih, video bagian ini perlu diisi dengan liputan pelengkap dari apa yang disampaikan ketua penyelenggara.
Narasi dan Wawancaran Isi
Narasi dan Wawancari Isi yang dimaksud disini adalah bagian video liputan kegiatan yang menyajikan informasi tentang substansi dari sebuah kegiatan. Misal liputan kegiatan tentang Expo UMKM, maka video bagian ini berisikan tentang informasi siapa saja UMKM yang terlibat, apa saja produk yang dipamerkan, manfaat dari produk yang dibuat, dan hambatan dan peluang UMKM.
Bagian keempat ini memuat tentang dua peran. Pertama peran seorang audioman dan peran seorang partisipan/peserta, tersmasuk juga pihak-pihak yang terlibat dan juga penyelenggara.
Bagian ini cukup banyak membutuhkan bahan video. Jika peserta EXPO UMKM berjumlah sepuluh, maka dari sepuluh UMKM tersebut perlu diambil dokumentasinya. Apakah juga perlu semua diwawancarai? Tentu saja ya, tetapi tidak semua dimasukkan dalam video liputan, karena mengingat durasi video liputan kegiatan cukup terbatas. Adapun kumpulan data liputan wawancara peserta dapat dijadikan video turunan, atau sub video kegiatan.
Tentang UKM mana yang dimasukkan dalam video liputan, biasanya tidak dapat lepas dari unsur subjektivitas dokumentator. Tetapi sebaiknya, walaupun pemula, sebaiknya dokumentator tetap mengedepankan objektivitas liputan. Hal sederhana seorang peliput dapat mengedepankan objektivitas tentang UKM siapa yang perlu diwawancarai adalah dengan mengidentifikasi daya kreativitas, kebermanfaatan, dan nilai disiminasi kelompok. Misal, sama-sama EXPO UMKM jajanan tradisional, maka perlu dipilih UKMK jajanan tradisional yang kreatif, bermanfaat, dan produknya mudah dilakukan oleh kelompok lainnya.
Adapun UMKM jenis lainnya dapat disajikan dalam bentuk tayangan video pendamping wawancara saja. Hal ini perlu dilakukan karena memuat aspek advokasi, yaitu suatu liputan kegiatan yang mengedepankan pemberdayaan sosial.
Hal penting yang perlu diperhatikan pada bagian juga tentang wawancara dengan pihak-pihak terkait, misalnya pihak pemerintah dan pihak industri lainnya. Bagian ini juga menjadi penting bagi dokumentator dalam mempertemukan ide dan sebuah produk. Pihak pemerintah dapat ditekankan wawancaranya tentang kebijakan fasilitasi pelatihan, bantuan modal, hingga program expo lanjutan. Selanjutnya pihak industri dapat difokuskan pada peluang dan rencana kerjasama produk.
Tentu saja semua video liputan kegiatan memberi ruang dalam hal komunikasi akses antara partisipan dengan pihak-pihak terkait. Begitu halnya dengan kegiatan seminar penelitian misalnya. Kerapkali seminar hasil penelitian hanya didokumentasi pada aspek seremonial saja. Untuk itu, para dokumentator pemula sudah saatnya berlatih seideal mungkin, sehingga sebuah produk liputan memiliki kekuatan dialog kebermanfaatan dan rencana tindak lanjut yang memberi kabar baik dikemudian.
Durasi video narasi dan wawancara isi ini dapat disajikan lebih panjang dari bagian-bagain sebelumnya, misal durasinya dua hingga tiga menit.
Penutup dan ucapan terimakasih
Bagian penutup dan ucapakan terimakasih yang dimaksud adalah tayangan yang memuat tentang narasi fokus, harapan, dan ucapakan terimakasih. Cukup setengah menit untuk durasi bagian penutup. Tentu saja tidak mudah jika dalam sebuah penutup video liputan berisikan tentang narasi fokus dan juga memuat wawancara masa depan. Untuk itu, hal paling mudah adalah kembali pada bagian narasi awal dan wawancara penyelenggara yaitu tentang tujuan dari video liputan kegiatan. Aspek sistematis dan koherensi dari skenario seri liputan dokumenter pada sebuah kegiatan sangat penting diperhatikan, agar pesan dari sebuah liputan tersampaikan.
Ucapan terimakasih terhadap penyelenggara, partisipan, dan pihak-pihak terkait baik secara teknis maupun substantif sangat penting dihadirkan. Dengan harapan, ucapan terimakasih ini karakter baik dan peluang kerjasama saat melakukan liputan lanjutan. Oh iya, crew dokumentator juga dapat disajikan seiring bagian penutup disajikan.
Bagi dokumentator pemula, sedapat mungkin selalu berlatih melakukan liputan secara mandiri. Dengan modal hp smartphone dan semangat, dan juga tulisan singkat ini dapat dijadikan pendamping dalam menyusun skenario video liputan kegitan.
Untuk para pemula, tetap semangat dalam berlatih. Mumpung masih ada kesempatan, jangan sekali-kali mengutamakan duit liputan. Ragam kegiatan sosial cukup sering digelar. Untuk itu kalian dapat mengasah keterampilan kalian melalui liputan dalam bentuk video, sembari melakukan pengabdian sosial. Selamat beraktivitas, salam liputan.
Untuk para pemula, tetap semangat dalam berlatih. Mumpung masih ada kesempatan, jangan sekali-kali mengutamakan duit liputan. Ragam kegiatan sosial cukup sering digelar. Untuk itu kalian dapat mengasah keterampilan kalian melalui liputan dalam bentuk video, sembari melakukan pengabdian sosial. Selamat beraktivitas, salam liputan.
Tulisan ini disemangati dari curhatan teman-teman guru yang kurang semangat mengajar karena tidak memiliki fasilitas kelas yang lengkap. Entah keyakinan apa yang telah menghantui mereka, karena mereka meyakini, fasilitas ruang kelas yang tidak lengkap dengan perabot elektronik, tidak bakalan mencetak siswa yang berprestasi. Bagi Penulis, keyakinan tersebut adalah preseden buruk yang menghantui lompatan hasil belajar sekolah yang minim fasilitas. Berangkat dari hal di atas, tulisan ini muncul.
Ada dua hal yang menjadi fokus dalam tulisan ini. Pertama, hal-hal yang mendorong terbentuknya konstruksi sosial bahwa sekolah yang berkualitas adalah sekolah yang berlimpah bergedung dan fasiltias kelas serta laboratorium yang mewah. Kedua, alternatif model pembelajaran bagi sekolah yang terbatas akan sarana dan prasarana. Bagian pertama, mengulas tentang politik akreditasi dan guru yang malas. Bagian kedua, mengulas tentang model kunjungan lapangan sebagai alternatif untuk mendorong sekolah-sekolah yang terbatas fasilitas ruang kelas dan media pembelajarannya, dapat memberi layanan pendidikan yang terbaik bagi masyarakat nantinya.
Politik Akreditasi
Adanya kecenderungan, komponen standar yang difokuskan untuk mendongkrak akreditasi sekolah adalah komponen yang bermuara pada standar sarana dan prasarana. Komponen standar ini biasanya didukung oleh komponen standar pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian. Adapun standar yang lain cenderung dinomor duakan. Hal inilah yang menjadi trending, mungkin saja terdapat relasi antara pihak sekolah dengan lembaga yang lain, yang cenderung mengutamakan proyek-proyek hibah berbasis pengadaan gedung dan alat. Dari sinilah, perlombaan membangun gedung dan pengadaan alat yang tidak setara menjadi tren kebijakan sekolah untuk meraih angka akreditasi sempurna.
Pola hubungan antara politik akreditasi dengan sekolah saat ini, cenderung tidak mendukung sekolah yang mash bersahaja, tidak akan maju dalam layanan pendidikan untuk masyarakat. Lebih tragis lagi ketika pemerintah lebih memihak kepada sekolah-sekolah yang dipandang lebih maju, lebih banyak diberikan dana hibah dengan banyak menggelontorkan dana untuk pembangunan sekolah. Jika demikian, maka jelas terjadi ketidakadilan sosial dalam mendapatkan layanan pendidikan. Politik akreditasi harus segera di ubah.
Guru yang malas
Walalupun demikian rendahnya layanan pendidikan tidak semata-mata karena politik akreditasi saja. Hal yang perlu diperhatikan adalah keberadaan guru yang malas. Guru malas yang dimaksud adalah guru yang hanya bergantung pada kehadiran fasilitas sekolah mewah. Jika sebuah sekolah yang terbatas dengan buku belajar, laboratorium sekolah, dan kelangkaan alat-alat media pembelajaran, maka ketika sekolah memiliki guru malas, jelas layanan pendidikan yang diberikan kepada siswa sangatlah menghawatirkan. Guru malas acapkali beralasan, rendahnya lompatan prestasi belajar siswa, karena sekolah yang bersangkutan minim fasilitas. Jika demikian, lagi-lagi sekolah minim fasilitas, tidak lebih maju dalam layanan pendidikan untuk masyarakat.
Kunjungan Lapangan
Lantas bagaimana strategi sekolah yang memiliki keterbatasan fasilitas pembelajaran? Menurut Penulis ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, jangan prioritaskan sumber dana sekolah untuk membangun gedung dan perabot pembelajaran sekolah. Sekolah janganlah mengikuti permaian sekolah mewah. Jangan bangun gedung, jangan belanja ac, jangan adakan gebyar kegiatan yang mewah. Fokuskan dana yang ada untuk kegiatan belajar yang berkualitas dengan mendatangkan guru tamu dan mengunjungi sumber belajar di luar ruang kelas.
Ingat, sekolah yang mewah jelas berkonsekwensi terhadap tingginya tagihan beban perawatan gedung dan perlengkapannya. Jika tagihan beban semakin tinggi, maka negara harus mensubsidi tinggi. Dan lagi-lagi, orang tua harus membayar sumbangan tinggi. Jika demikian maka sekolah mewah sebenarnya adalah sekolah yang kritis karena harus memikul beban yang tinggi diluar beban proses pembelajaran inti. Dimasa yang akan datang, sekolah mewah akan segera tutup sebelum gurunya pensiun mengajar.
Sekolah yang sederhana sudah saatnya mengembangkan formula tentang bagaimana menggunakan anggaran sekolah yang terbatas, namun memberi layanan pendidikan di atas ambang batas. Mendatangkan guru tamu yang ahli di bidangnya, dan mengunjungi sumber belajar di luar ruang kelas yang ada, adalah tantangan bersama.
Sekolah mewah dan sekolah yang bersahaja, memiliki kesempatan yang sama. Bahkan sekolah yang bersahaja, akan mendapatkan empati para ahli untuk datang mengabdi di sekolah tersebut. Tentu guru tamu juga lebih menaruh empati, karena kebersahajaan sekolah tersebut. Bukan semata-mata bayaran tinggi, tetapi empati terhadap kebersahajaannya yang sangat berarti.
Selain fokus penggunaan dana untuk guru tamu, dana sekolah harus difokuskan untuk proses mengunjungi sumber belajar di luar ruang kelas yang ada. Strategi mengunjungi sumber belajar adalah strategi sepadan, baik untuk sekolah mewah dan sekolah yang bersahaja. Guru dan siswa harus keluar dari ruang kelas. Datangi sumber belajar terdekat yang kiranya siswa mampu mencapai kompetensi inti dan kompetensi dasar yang distandarkan. Contoh hal, mata pelajaran Sosiologi kelas XI tepatnya materi tentang masyarakat multikultural yang kompetensi dasarnya adalah “Memahami penerapan prinsip-prinsip kesetaraan dalam menyikapi keberagaman untuk menciptakan kehidupan harmonis dalam masyarakat”, guru dan siswa dapat mengunjungi tempat suci Vihara, tempat suci Masjid, tempat suci Gereja, tempat suci Klenteng, dan tempat suci yang lainnya. Dengan menerapkan pembelajaran dengan model kunjungan lapangan ini, jelas akan terjadi kompetisi yang sepadan antara sekolah mewah dan sekolah yang bersahaja. Dengan demikian, maka sekolah-sekolah yang bersahaja akan mampu meberikan layanan pendidikan yang memuaskan hingga mencapai lompatan kualitas pembelajaran yang membanggakan.
Semoga tulisan ini memberi semangat kepada teman-teman guru yang sekolahnya sangat terbatas akan keberadaan gedung dan ragam media pembelajannya. Model pembelajaran kunjungan lapangan ini adalah salah satu alternatif untuk penguatan bahwa siapapun gurunya, dimanapun mengajarnya, guru harus kreatif dalam mensikapi keadaan dan kenyataan. Murid dan orang tua pasti akan selalu mendukung program-program pembelajaran sekolah yang kreatif. Dan sebaliknya, siswa dan orang tua lambat laun akan meninggalkan sekolah yang banyak beban biaya dan malas gurunya.
Sumber:
Dalam benak saya, kenapa hingga sekarang tidak ada rumput udara. Padahal rumput tanah dan rumput air sudah kita kenal sejak lama. Padahal ketiga ruang itu, udara-air-udara, benar-benar ada kenyataannya. Apakah ketiadaan rumput udara benar-benar tidak ada? Atau karena kelemahan pengetahuan manusia dalam mengamati keberadaan-nya? Atau memang benar-benar tidak ada karena memang tidak diramalkan kehadirannya di jagat raya? Atau karena kegagalan evolusi rumput yang rapuh dalam melawan hukum alam, gagal beradaptasi, atau buntunya rekayasa ilmu pengetahuan, sehingga rumput tidak mampu hidup di udara?
Dahulu, rumput sangat dekat dengan ternak. Namun sekarang, rumput hanya tumbuh di lahan para tuan tanah yang tidak dapat dijamah oleh ternak dan bocah angon. Rumput telah menjelma menjadi privat proverty, bukan lagi common porverty. Para peternak kecil semakin bingung, dan lebih bingung karena rumput yang hanya bisa tumbuh di tanah terancam menjadi komoditas musiman yang tidak tentu. Ruang tumbuh rumput semakin dihimpit oleh bangunan rumah. Pematang sawah semakin kecil dan tidak lagi menjadi ruang endemik bagi rumput karena populasi semakin meledak, namun disisi lain persawahan semakin diburu investor untuk mendirikan pabrik. Mereka memburu sawah, karena lokasi sawah yang strategis. Akses jalan terbuka sekaligus terhubung dengan kantong pemukiman dan fasilitas umum. Sungguh suatu rekayasa nilai luhur masyarakat agraris yang agung, namun sayang kita tidak mampu menginterpretasi suatu warisan agraris itu. Terlebih sawah sekarang seakan tidak henti sebagai tempat perkembangbiakan komoditi pasar. Jikapun ada rumput di sana, pakanan yang digemari ternak ini harus siap-siap disemprot dengan gulmatida.
Bocah angon jumlahnya semakin menyusut seperti keberhasilan obat pelangsing dengan pengikut setia kaum urban. Bocah tidak lagi mengenal rumput teki, apalagi rumput tuton dan rumput laron atau entah apa namanya. Mereka lebih berorientasi menjadi penjual pulsa, jasa penagih, hingga pegawai negeri. Orientasi menjadi bocah angon telah punah seiring dengan hilangnya spesies hewan purba. Padahal bocah angon adalah relasi kuat sebagai pelestari lingkungan yang teruji beredaan dan fungsinya. Sebuah cara pandang yang telah menjadi kenangan terindah, namun sayangnya sedikit bahkan tak satupun yang mengingatnya. Jika bocah angon masih ada, itupun tergolong lansia. Mereka sengaja dipensiunkan, mereka dipaksa untuk tidak membuat cetakan baru, sebut saja generasi baru bocah angon. Ruang gerak dan kreatifitas mereka terpaksa berhenti. Keputusan itu sungguh rasional karena menggembala ternak sama saja berhadap-hadapan dengan penjara. Terlebih sekarang, semua gunung nyaris dibongkar isinya dan materialnya. Rumput hijau di gunung hanya tersisa dalam bentuk langgam bocah angon saja. Menggembala ternah telah menjadi pekerjaan beresiko. Sungguh suatu ramalan yang jarang diperdengarkan para penutur sebelumnya.
Apakah kita tidak pernah sadar dengan pembelajaran akan filsafat rumput yang telah bersemanya sejak dahulu kala? Rumput adalah ikon ekonomi kerakyatan. Rembesan kesejahteraan untuk bocah angon tidak lagi terasa. Jika dahulu bocah angon mampu membangun rumah, membeli sawah, sangu untuk luru ilmu, karena dari upah angon berupa ternak. Namun sekarang tidak berlaku. Gaya hidup masyarakat peternak agraris semakin hilang pengikutnya. Mereka tidak lagi mampu mengembangbiakkanternaknya, karena rumput semakin langka dari kehidupan nyata bahkan telah menceraikan diri dari indahnya mimpi-mimpi malamnya.
Ideologi rumput tidak lagi menjadi inspirasi cara pandang alternatif dalam mewujudkan masyarakat yang makmur gemah ripah lohjinawe. Ideologi rumput tidak lagi menjadi alternatif dalam membebaskan diri akan kemiskinan dan ketidakberdayaan sosial. Tumbuh dimana saja, liar, bebas, dan bermanfaat untuk ternak, tidak lagi menjadi aliran pikir saat ini dan dikemudian. Kelangkaan rumput semakin mendera hingga ke relung-relung yang dahulu tak terjamah oleh firasat. Ritus hidup semakin jauh dari berbaikan gizi sosial karena gizi masyarakat adalah tanggung jawab para pejabat yang kemudian suka bohong walau selalu mengumbar omong. Jika dahulu, saat kenduri ritus kelahiran, sunatan, kawinan, hingga kematian, selalu menebar suguhan menu gizi yang menantang, namun sekarang tidak. Bagaimana mau potong kambing, sapi, atau bahkan kerbau? Karena petani sekarang sudah tidak lagi mengembangbiakkan ternak-ternak di atas. Kedaulatan gizi sosial semakin langka seiring hengkangnya rumpat di pematang, di sudut-sudut makam umum, dibantaran sungai, hingga di altar pegunungan. Sebuah pagelaran filsafat rumput besar-besar telah runtuh dalam kehidupan sosial.
Kepekaan kita dalam menjaga kelestarian rumput dapat dilihat ketiadaan undang-undang tentang rumput. Para penikmat jabatan di teras wakil rakyat dan penguasa, tidak lagi tertarik dengan rumput. Jika ada, hanya sebatas proyek rumput di altar serta taman-taman yang penuh dengan kebohongan. Rumput bagi mereka hanya sebagai komoditi seni, bukan lagi menjadi komoditi ekonomi kerakyatan. Gagasan untukmelahirkan tanah tidur pada tanah bengkok di perdesaan sungguh mimpi di siang bolong. Sangat tidak mungkin tanah bengkok ditidurkan, kemudian tumbuh rerumputan yang siap dipanen peternak dan bocah angon. Sangat tidak mungkin tanah bengkok menjadi tempat ngarit apalagi zona untuk penggembala. Karena tanah bengkok telah dibarter dengan suap ketika suksesi pengangkatan perangkat desa. Mimpi hadirnya rumput udara adalah obat mujarat sekaligus hadir dalam nuansa yang mustajab, ketika rumput hanya menjadi pemilik klub sepakbola dan hotel berbintang.
Suatu saat bocah angon akan memimpikan bahwa rumput yang habibatnya di udara benar-benar ada. Bocah angon akan berdaulat hidupnya. Diatas rumah kayu dan genting daun aren, di atas rumahnya tumbuh rumput yang melawan arus hukum alam sebelumnya. Mereka (bocah angon) dapat mengembangbiakkan ternaknya dengan beranak pinak untuk mencukupi gizi buruknya, untuk biaya luru ilmu, hingga mampu berhijrah dari bocah menjadi manusia sebenarnya. Bocah angon tidak lagi memikirkan panasnya terik matahari. Bocah angon tidak lagi memikirkan sengatan radiasi yang mengancam genetik nilai-nilai luhurnya. Dan pada saat itulah, bocah angon benar-benar menjadi memayu hayuning bawono.
Sumber: https://www.kompasiana.com/es_lodheng/5528cdcb6ea83495588b45bc/rumput-udara-filsafat-rumput-dan-bocah-angon
Lalu lintas udara semakin kedepan, diramalkan semakin ramai. Padat penuh dengan alat transportasi. Tak lain alat transportasi itu adalah pesawat terbang pribadi. Ini merupakan fenomena transportasi pendatang kedua setelah fenomena transportasi data elektronik pada saat ini. Mengapa demikian? Bagaimana kemudian dalam menyikapi hal tersebut? Serta apa saja masalah yang akan muncul? Tulisan ini sedikit ingin membahas lebih awal akan munculnya fenomena setiap orang akan memiliki pesawat pribadi. Kepemilikan pesawat pribadi di tiap-tiap keluarga, akan mendorong sekolah untuk menggelar ekstrakulikuler stir (mengawaki) pesawat terbang pribadi. Fenomena masa depan ini relatif sama, ketika banyak mobil pribadi, sekolah-sekolah kemudian diminta untuk membuka program ekstrakulikuler stir mobil.
Pesawat terbang pribadi akan marak. Dengan pelipatgandaan kemajuan teknologi teknologi pesawat terbang, pesawat tak lagi perlu landasan selebar dan sepanjang seperti saat ini untuk take off. Landasan pacu dimasa depan adalah selebar parkir mobil, bahkan landasannya cukup selebar jemuran pakian.
Lahirnya generasi baru pesawat terbang ini dimungkinkan, seiring keinginan masyarakat untuk mengirim beragam barang secepat laju data stalelit. Pesawat akan menjadi kebutuhan paling utama seperti halnya sepeda motor dan hanphone pada saat ini. Saling tergantung dan terbatas, serta spesialisiasi profesi orang yang semakin sempit, juga mendorong kebutuhan ketersediaan pesawat terbang pribadi ini.
Banyaknya industri perakitan pesawat yang berlimpah, tiap-tiap orang yang akan memiliki pesawat. Industri pesawat akan memberi kemudahan dengan program kredit pesawat. Seperti halnya kredit sepeda motor, cukup membawa KTP, sudah dapat membawa pesawat pribadi baru dari dealer pesawat terbang. Pada saat itulah terjadi kemudahan dalam memiliki pesawat.
Jika itu terjadi, bagaimana masyarakat menyikapi hal tersebut, tentu cenderung bersentuhan dengan bagaimana lalu lintas udara yang super padat itu, awak pesawat harus selamat. Dengan keberlimpahan pesawat pribadi, tentu awak pesawat akan butuh keterampilan mengawaki pesawat. Untuk memiliki keterampilan mengawaki pesawat dengan selamat, maka kebutuhan mendasar adalah kursus stir (mengawaki) pesawat terbang.
Beberapa kelompok pendukung maraknya pesawat terbang pribadi ini adalah menjamurnya bengkel pesawat terbang. Pasar lowak pesawat terbang juga akan marak bak pakaian bekas yang ditentang dipinggiran jalan layaknya pedagang kaki lima pesawat terbang. Lembaga pendidikan pencetak montir-montir pesawat terbang semakin menjadi pilihan anak-anak dalam melanjutkan studi. Beragam transaksi barang juga marak menggunakan jasa peswat terbang. Para penjual dan pembeli tak lagi bertemu di pasar-pasar tradisional, yang ada adalah pasar koordinat berapa. Mereka hanya mengirim koordinat berapa yang dijadikan tempat transaksi. Masyarakat tak butuh lagi membangun jalan beraspal dan berbeton, karena sumber daya alam dan energi terbarukan telah lepuh menyatu dengan udara karena eksplorasi besar-besar di masa yang telah silam.
Jumlah pesawat yang begitu lewah, dimungkin terjadi kelonggaran terhadap siapa yang memiliki peran melatih mengawaki pesawat terbang. Pada saat itulah muncul kelompok-kelompok kreatif stir pesawat. Tak ketinggalan, sekolah-sekolah juga akan membuka ekstrakulikuler stir pesawat terbang untuk memantik para siswa yang semakin sepi mendaftar karena masyarakat telah menjadi pemilik ilmu pengetahuan dan keberteknologian.
Ketika mobilitas barang dan sosial tak lagi terkendali, masalah yang mungkin muncul adalah munculnya isu membela hak asasi udara. Seperti halnya gunung, hutan, dan air. Ruang udara juga akan menjadi tematik menarik dibela haknya. Ruang udara akan diperumpamakan sebagai ruang suci, mulia, perempuan, dan harus di jaga ketenangannya. Banyak tafsir yang direproduksi dari teks suci, rasionalitas, hingga kearifan lokal, untuk membela ruang udara.
Komisi perlindungan udara, pelestari udara, dan seni udara, akan marak muncul untuk berekspresi. Karena ruang udara adalah sumber kehidupan alam semesta ini.
Ada enam karya seni rupa dari empat puluh tujuh karya yang terpamerkan di Museum Kartini Rembang saat itu (14-17/04) yang membuat saya jatuh cinta. Enam karya seni itu adalah karya milik Ima Novilasari dengan tema “Kebangkitan Pembangkang Jawa (feodalisme)”, karya milik Muchadi dengan tema “7 Bidadari Dari Negeri Seberang”, karya Diani Fauziyah dengan tema “Tak Lemah Lembut”, lagi karya hasil Ima Novilasari dengan tema “Keadilan Kodrati (Emansipasi)”, karya milik Iwan Roses dengan tema “Hawa”, dan satu lagi karya miliki “Kokoh Nugroho” dengan tema “Ini Ibu Budi”. Dengan kuncup tangan ini, tulisan kali ini terinspirasi dari karya tapestri mbak Ima Novilasari, tepatnya karya seni tekstil rajutan yang elok, yang bertera “Kebangkitan Pembangkang Jawa”.
Perempuan Melawan
Perempuan itu lebih besar dari pada peradaban yang dihasilkan pada setiap zamannya. Barangkali itulah kesan dari seni tapestri mbak Ima Novilasari. Dalam karya tapestrinya, gagasan perempuan mampu mengangkangi semua hasil kebudayaan laki-laki. Representasi dari hal tersebut dapat dilihat dari simbol perempuan diposisikan lebih tinggi dari mercusuar suatu hasil perdaban. Tampak dalam lukisannya, perempuan yang gesit berdiri di atas bangunan menara. Taman kehidupan dan gunung kemakmuran juga tampak lebih rendah dari perempuan itu sendiri.
Perempuan dalam tapestri “Kebangkitan Pembangkang Jawa” dengan gamblang memberi altar kehidupan yang cerah. Sejauh mata memandang dan sekuat gerakan tangannya, telah memberi sinar kehidupan yang penuh dengan harapan di masa depan. Kontras dibalik itu, cahaya hitam semakin kental, sejalan dengan sejauh mata memandang dan lemahnya sentuhan tangan sang perempuan. Cahaya kehidupan itu benar-benar ada. Perempuan dalam tapestri Ima menjadi representasi kebangkitan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkakas dan kehidupan menjadi jelas, tidak lagi suram.
Namun dibalik itu, sang pembangkang digambarkan dalam posisi terancam. Memang posisi perempuan (dalam karya tapestrinya) digambarkan telah mampu menampaki hierarki puncak. Tetapi dibalik puncak kuasa tersebut, perempuan terancam hanyut dengan terpaan badai yang tidak dianggap bencana oleh zaman. Perempuan yang dilukis dalam rajutan tanpa kaki terlihat. Padahal, kaki ibarat kuda, yaitu kekuatan dalam hidup, dan ukuran seberapa kuat dalam zamannya.
Merah dalam busana bawahannya, adalah tanda sekaligus penanda dari marabahaya. Perempuan harus selalu hati-hati, walaupun yang dilahirkan adalah laki-laki. Mereka yang dilahirkan tidak selalu menjadi jaminan. Karena yang terlahir cenderung acuh dengan perempuan itu sendiri. Lihat saja kedua burung yang dilukiskan, tidak satupun memandang kebesaran sang perempuan. Namun perempuan juga tidak peduli dengan generasi yang dilahirkan. Perempuan tetap memandang ke atas, menjadi pusaran keadilan antara kehidupan sosial dan kehidupan di-akhir nanti (lihat karya tapestri Ima yang kedua, dengan tema “Keadilan Kodrati”, dalam katalog Femalektika, 2016). Bawahan busana merah, dan rajutan atasan emas dengan bingkai pohon hayat yang ranum, telah menenangkan sang pembangkan dalam gerakannya. Seakan, dalam karyanya, Ima ingin menyampaikan, bahwa pada dasarnya perempuan adalah penguasa yang tidak ingin dikuasai oleh zamannya. Perempuan telah memiliki segalanya. Keberanian, siasat, keindahan, keseimbangan, ruang, waktu, cahaya, dan semua hasil peradaban yang ada.
Kagum sekaligus ketakutan
Ilustrasi: Buku Katalog Pameran Seni Lukis, Femaletika, 2016
Tampak perempuan bersanggul, gunungan, dan harmoni alam, merupakan simbol perempuan khas Jawa. Namun perlu diingat, karya seni tapestri Ima dengan tegas memposisikan perempuan di atas mercusuar. Jika ditilik dari kajian perempuan Jawa, sangat langka ditemukan siasat perempuan yang vulgar. Walaupun perempuan lebih berkuasa dalam kehidupan, perempuan cenderung memposisikan dibelakang. Posisi perempuan dalam karyanya adalah representasi dari keprihatikan Ima Novilasari terhadap perilaku kita (perempuan) dalam memaknai dan memfungsikan perjuangan sang Pembangkang.
Dalam karya tapestrinya ada interaksi antara Pelukis dengan Sang Pembangkang, yaitu tentang kekaguman sekaligus ketakutan dalam menanen perjuangan sang Pahlawan Nasional, Raden Ajeng Kartini.
Pelukis jujur bahwa Ia belum mampu menandingi Kartini. Mulai dari kehidupannya yang mampu tegar dalam nuansa patrialkhal, mulai dari gagasannya yang sepi dari arah matrilineal, hingga dimulainya yang membangkang dari arus politik feodal, adalah bukti bahwa kekaguman terhadap Raden Ajeng Kartini itu sangat tampak. Bagaimana dengan perempuan sekarang? Apakah banyak dari teman (perempuan) pelukis juga merasa kagum?
Disisi kegaguman, pelukis juga mengekspresikan ketakutan dalam seni tapestrinya. Perempuan di atas singgasana tanpa landasan pacu kuasa. Ketakutan yang dimaksud pelukis bukanlah takut menjadi Kartini, namun takut menjadi perempuan penikmat perjuangan Kartini.
Hari ini perempuan Indonesia, bahkan dunia, dalam masa keemasan dalam memanen arus Kartinian. Perempuan meraih hak belajar, perempuan meraih hak bekerja, perempuan meraih hak sejahtera, perempuan meraih hak berkuasa, perempuan meraih hak kesehatan, dan perempuan meraih hak kebebasan, merupakan pengaruh meanstrim kartinian yang sungguh besar. Namun Ima Novilasari juga tidak menutup mata bahwa ada masalah dalam menggunakan turunan fungsi sang Pembangkang Jawa ini.
Kegelisahan tersebut dapat dibaca pada narasinya, yaitu perempuan cenderung membangkang terhadap asal usulnya, perempuan cenderung membangkang terhadap bahasanya, dan perempuan cenderung membangkang terhadap sikap tidak hormat terhadap tetuanya. Terlebih kasus-kasus seperti halnya PRT dan potret perbudakan masa kini, PSK dan kontekstualisasi poligami, free seks dan korban hamil di luar nikah, teknologi pembangkit pernikahan dini, pemerkosaan, hingga citra kecantikan dan eksploitasi perempuan, tidak sulit untuk ditemui. Lantas bagaimana dalam menyikapi kebangkitan Pembangkang Jawa ini? Kapan membangkan dan apa yang perlu dibangkang? Teriring salam hormat, kunanti jawaban karya dari mbak Ima Novilasari berikutnya.
Rembang, 11 Mei 2016